Entri asli: 14 Mei 2007
Itu yang gw lakukan saat menghadiri diskusi film "Nagabonar Jadi 2" di FISIP UI tanggal 11/5 kemaren. Diskusi ini bener2 ngebahas kenapa film ini bisa fenomenal dan apa pesan yang dibawa sama film ini. Secara garis besar, film ini menceritakan realita yang ada di masyarakat kita. Seberapa besar nasionalisme yang kita miliki sekarang dan penghargaan terhadap orang tua serta masa lalu.
Diskusi ini tuh berjalan menarik banget. Dimulai dengan Kafi Kurnia yang menjelaskan strategi pemasaran film ini. Ternyata, mulai dari setting cerita hingga pemilihan pemain harus melewati serangkaian riset agar penonton mau menonton film. Tidak hanya itu, promosi film ini tuh sampe melibatkan 2 program infotainment yang selalu mengikuti kemana pun Nagbonar pergi. Sampai langkah terakhir, menerbitkan novel "Nagabonar Jadi 2".
Bagian kedua masuk ke pembahasan film dengan Deddy Mizwar (sutradara), Musfar Yasin (penulis naskah), Akmal N (pengarang novel Nagabonar Jadi 2) en Hasyim W. (MaPres FISIP UI). Bagian ini bener2 bikin gw pengen nangis. Kenapa??? Pertama, Deddy Mizwar sempet bermonolog memerankan Nagabonar saat dia berbicara dengan Bonaga. Kedua, film ini juga memberikan pesan bahwa adakalanya orang tua akan bersikap seperti anak2 lagi, tak terkecuali gw (en ini pernah gw alamin). Ketika saat itu tiba, siapkah kita menjadi lebih dewasa dari ortu kita??? Mata gw terasa panas saat Deddy Mizwar menerangkan hal ini.
Film ini juga sedikit memasukkan unsur ilmu sosiologi. Bisa dilihat dari adegan saat Nagabonar bertanya pada Bonaga kenapa membangun rumah yang mahal. Bonaga menjawab kalau rumah ini dijual bisa mendapatkan uang lagi alias balik modal. Kalau dari perspektif sosiologi (cieee bahasa gw) rumah sudah mengalami pergesaran makna dari tempat tinggal menjadi komoditas.
Lalu kenapa Nagabonar keberatan memberikan ijin menjual perkebunannya. Nagabonar menolak mati2an karena disitu ada 3 kuburan orang2 yang dicintai, yaitu Mak, Kirana, dan Bujang. Jadi gak heran, kenapa dulu program transmigrasi gagal karena banyak orang yang berat berpisah dengan makam leluhurnya.
Saat Nagabonar bertanya kepada Monita apa yang membuatnya jatuh cinta dengan Bonaga, Monita menjawab karena Bonaga itu ganteng, kaya dan pintar. Coba kalu loe tanya ke beberapa cewe, pasti jawabannya sama, termasuk gw.
Well, banyak banget yang nonton diskusi ini. Dan mungkin gak cuma gw yang hampir menangis selama diskusi ini. Karena bahasannya bener2 menyentuh. Dan yang terutama, kami MENDENGARKAN DENGAN HATI...
Itu yang gw lakukan saat menghadiri diskusi film "Nagabonar Jadi 2" di FISIP UI tanggal 11/5 kemaren. Diskusi ini bener2 ngebahas kenapa film ini bisa fenomenal dan apa pesan yang dibawa sama film ini. Secara garis besar, film ini menceritakan realita yang ada di masyarakat kita. Seberapa besar nasionalisme yang kita miliki sekarang dan penghargaan terhadap orang tua serta masa lalu.
Diskusi ini tuh berjalan menarik banget. Dimulai dengan Kafi Kurnia yang menjelaskan strategi pemasaran film ini. Ternyata, mulai dari setting cerita hingga pemilihan pemain harus melewati serangkaian riset agar penonton mau menonton film. Tidak hanya itu, promosi film ini tuh sampe melibatkan 2 program infotainment yang selalu mengikuti kemana pun Nagbonar pergi. Sampai langkah terakhir, menerbitkan novel "Nagabonar Jadi 2".
Bagian kedua masuk ke pembahasan film dengan Deddy Mizwar (sutradara), Musfar Yasin (penulis naskah), Akmal N (pengarang novel Nagabonar Jadi 2) en Hasyim W. (MaPres FISIP UI). Bagian ini bener2 bikin gw pengen nangis. Kenapa??? Pertama, Deddy Mizwar sempet bermonolog memerankan Nagabonar saat dia berbicara dengan Bonaga. Kedua, film ini juga memberikan pesan bahwa adakalanya orang tua akan bersikap seperti anak2 lagi, tak terkecuali gw (en ini pernah gw alamin). Ketika saat itu tiba, siapkah kita menjadi lebih dewasa dari ortu kita??? Mata gw terasa panas saat Deddy Mizwar menerangkan hal ini.
Film ini juga sedikit memasukkan unsur ilmu sosiologi. Bisa dilihat dari adegan saat Nagabonar bertanya pada Bonaga kenapa membangun rumah yang mahal. Bonaga menjawab kalau rumah ini dijual bisa mendapatkan uang lagi alias balik modal. Kalau dari perspektif sosiologi (cieee bahasa gw) rumah sudah mengalami pergesaran makna dari tempat tinggal menjadi komoditas.
Lalu kenapa Nagabonar keberatan memberikan ijin menjual perkebunannya. Nagabonar menolak mati2an karena disitu ada 3 kuburan orang2 yang dicintai, yaitu Mak, Kirana, dan Bujang. Jadi gak heran, kenapa dulu program transmigrasi gagal karena banyak orang yang berat berpisah dengan makam leluhurnya.
Saat Nagabonar bertanya kepada Monita apa yang membuatnya jatuh cinta dengan Bonaga, Monita menjawab karena Bonaga itu ganteng, kaya dan pintar. Coba kalu loe tanya ke beberapa cewe, pasti jawabannya sama, termasuk gw.
Well, banyak banget yang nonton diskusi ini. Dan mungkin gak cuma gw yang hampir menangis selama diskusi ini. Karena bahasannya bener2 menyentuh. Dan yang terutama, kami MENDENGARKAN DENGAN HATI...